Assalamuallaikum Wr. Wb
kali ini saya akan berbagi ilmu tentang BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
apa sih pengertian dari BPHTB itu sendiri ?
mari simak artikel dibawah ini yuk...
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan [BPHTB] merupakan pajak yang pertama diserahkan ke Pemkot/Pemkab. Mulai 1 Januari 2011, BPHTB menjadi pajak daerah dan dikelola oleh Pemerintah Kota [pemkot] atau Pemerintah Kabupatan [pemkab]. Sebelumnya, BPHTB dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini DJP [Direktorat Jenderal Pajak].
pada prinsipnya apabila anda mendapatkan/memperoleh hak atas tanah dan bangunan, baik anda mendapatkannya dengan cara membeli ataupun ketika anda mewarisi (mendapatkan hak atas tanah tersebut dari hasil warisan), atau bahkan dari pemberian orang lain (baik hibah biasa ataupun hibah wasiat), Hak Atas Tanah dan Bangunan tersebut tetap dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Hak atas tanah yang dimaksud dalam konteks Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Seperti: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa), Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada prinsipnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan dibedakan dasar pengenaan pajaknya berdasarkan jenis hak atas tanah.
Dasar Hukum BPHTB menurut undang-undang No. 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
Pemindahan hak karena :
> jual beli;
> tukar-menukar;
> hibah;
> hibah waris;
> waris;
> pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
> pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
> penunjukan pembeli dalam lelang;
> pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
> penggabungan usaha;
> peleburan usaha;
> pemekaran usaha;
> hadiah;
Pemberian hak baru karena :
> pelanjutan pelepasan hak;
> diluar pelepasan hak
Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
a) perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik;
b) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaanpembangunan guna kepentingan umum;
c) badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi;
d) orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e) orang pribadi atau badan karena wakaf;
f) orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-
Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan
1.BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
2.Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3.BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4.Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
5.Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula Belem terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang teritang diterbitkannya SKBKBT.
6.Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila:
a.BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
b.dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.
Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan Sejas saat terutangnya BPHTB.
pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:
0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);
50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
Tarif BPHTB
Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah;
BPHTB = 5 % X (NPOP – NPOPTKP)
contoh :
Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m² dan luas bangunan 100 m². Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per m² dan nilai bangunan Rp600.000 per m². Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?
* Harga Tanah: 200 m² x Rp700.000 = Rp 140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m² x Rp600.000 = Rp 60.000.000
-------------------- +
* Jumlah Harga Pembelian Rumah: = Rp 200.000.000
* Nilai Tidak Kena Pajak *) = Rp 60.000.000
-------------------- -
* Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 140.000.000
* BPHTB yang harus dibayar
5% : 5% x Rp140.000.000 = Rp 7.000.000
*) untuk wilayah Jakarta Rp60.000.000, Bogor Rp40.000.000, Tangerang Rp30.000.000 dan sebagainya. Besaran ini dapat berubah sesuai peraturan pemerintah setempat.
sumber :
http://www.rumah.com/berita-properti/2013/1/2825/cara-perhitungan-pbb-bphtb-dan-pph
http://duitkrincingan.wordpress.com/2013/04/23/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/
http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-subjek-pajak.html
http://pajaktaxes.blogspot.com/p/bphtb.html
http://hikmaningtyas.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar